Motto "Lestarikan Budaya Luhur Islam"

29 Oktober 2011

Tulisan Iseng : “Makna lagu Balonku Ada Lima”

http://fc04.deviantart.net/fs71/f/2010/355/b/4/balonku_ada_lima_by_makananjugaseni-d35bxit.jpg


Jika kita bicara identitas suatu bangsa maka pasti masing-masing bangsa punya lagu wajib sendiri-sendiri, lalu hubungannya dengan team ashabul muslim gimana kalau kita juga membuat lagu “wajib” sebagai identitas team kita. Gimana kalaui lagu kebangsaan kita (ashabul-muslim) adalah balonku ada lima, setuju gak kawan-kawan. hahhaa.. pasti banyak yang menertawakan dan tidak setuju kenapa team ashabul-muslim yang harusnya berkarakter islami kenapa lagunya tidak lagu nasyed lagu shalawat dsb. tapi tunggu dulu disini kita tidak hanya menyanyikan lagunya akan tetapi kita juga akan menafsirkan lagu itu secara islami dan ternyata lagu "balonku ada lima" ini saya bisa menggagas kalau lagu ini yang kelihatannya lagu 'anak-anak' ternyata mengandung makna ajaran islam juga. mau tahu lebih jelasnya. hhh.. ok lah mari kita nyanyi lagu balonku ada lima dulu baru kita jelaskan makna apa yang terkandung dalam lagu anak-anak yang tidak pernah pudar dimakan masa ini.
liric balonku ada lima :
"balonku ada lima"
Balonku ada lima
Rupa-rupa warnanya
Hijau kuning kelabu
Merah muda dan biru
Meletus balon hijau DOOOR
Hatiku sangat kacau
Balonku tinggal empat
Kupegang erat-erat
Tafsir "balonku ada lima" ^_^ :
Disini saya akan mencoba menafsirkan lagu “balonku ada lima” menurut versi saya, mari kita simak ...
1. Balonku ada lima = rukun islam itu ada lima
2. Rupa-rupa warnanya = masing-masing rukun islam mempunyai tata cara dan aturan ibadah sendiri-sendiri. misalnya kalau sholat kita ibadah dengan lisan (membaca al-Qur'an dan doa) dan dengan gerakan sholat (takbiratul ihram, rukuk, sujud, tasyahud dll) berbeda dengan puasa karena yang ibadah ini kita dituntut untuk menahan hawa nafsu jasmani dan hawa nafsu rohani.
3. hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru = 5 rukun islam (syahadat, sholat, zakat, puasa dan haji)
4. Meletus balon hijau.. dorr hatiku sangat kacau =Meletus artinya ramai, Hijau artinya haji kita melihat orang ramai menunaikan ibadah haji dibulan zulhijah, hati kita hanya bisa kacau (berharap) supaya kita juga dapat seperti mereka yang bisa melaksanakan rukun islam yang kelima ini.
5. balonku tinggal empat = kita kaum muslimin baru bisa melaksanakan ke-4 rukun islam yang ke-5 belum mampu kecuali yang sudah mampu untuk melaksanakan ibadah haji.
6. balonku tinggal empat kupegang erat-erat = ke-4 rukun islam yang sanggup kita laksanakan harus kita laksanakan dengan istiqomah dan sungguh-sungguh (khusuk dan ikhlas semata-mata mengharapkan ridho Allah SWT.
gimana temen-temen semua, masih ragu kalau lagu anak-anak yang populer sejak tahun 90-an sampai sekarang ini dapat kita jadikan sebagai lagu "wajib" team ashabul-muslim. karena selain lagu ini lagu yang asyik (lagu anak-anak) ternyata juga mengandung makna yang islami. ok, jika selama ini temen-temen masih ngidolakan lagu-lagu band lebih baik sekarang ini temen-temen nyanyiin balonku ada lima aja. hhh (kayaknya jadi promosi ni). Kita jangan melihat segala sesuatu dari tampilannya saja atau luarnya akan tetapi kita juga harus bisa memandang dalamnya artinya kita harus bisa memandang dari tingkat manfaatnya, coba aja liat bedanya dan liat aja dari segi manfaatnya : misalnya lagu band itu isinya paling lagu-lagu cinta dan romantisme kalau gak ya isinya urakan pokoknya intinya lagu ini hanya akan menimbulkan syahwat sehingga tidak jarang anak-anak kecil saja sekarang udah doyan pacaran karena sering denger lagu-lagu band sehingga tahu apa itu "pacaran" dan cinta monyet. alias anak-anak kecil sekarang dipaksa dewasa lebih awal.
Bicara soal perkembangan mental anak dari generasi ke generasi akan terlihat jelas perbedaannya (hahaha.. berlagak kayak ahli sosiologi ni..) mau liat perbedaannya anak-anak jaman dulu ama jaman sekarang ? mari kita simak sekelumit ulasan berikut, kalau anak jaman dahulu nyanyinya masih sesuai umur seperti balonku ada lima, bintang kecil, naik delman dsb berbeda dengan anak jaman sekarang yang tiap hari santapannya lagu-lagu racun pembangkit syahwat seperti lagu "kamu ketahuan pacaran", "ada apa dengan cinta", "kerinduan", "keagungan cinta", "antara dia dan aku", dan sebagainya saya tidak bisa menyebutkan satu persatu karena jumlah lagu-lagu perusak moral dan mental kaya gini jumlah bukan hanya ribuan bahkan bisa jutaan jika dihitung.Sehingga jika dilihat dari dampaknya yang luar biasa ini maka pantaslah lagu-lagu band yang merusak mental dan membangkitkan syahwat para penikmatnya ini difatwa "HARAM" oleh sebagian ulama.Maka sebagai generasi muslim maka kita bisa memilih antara lagu-lagu sekedar hiburan dan mainan anak atau lagu-lagu maksiat.
Apalagi sekarang ini sudah jarang sekali lagu anak-anak didengar, mungkin hanya biar dibilang "gaul" dan sebagainya sehingga walaupun musiknya gak enak didengar seperti aliran rock dsb. Katanya yang penting gaya modern. masa kanak-kanak anak jaman dulupun tidak dikorting (dipotong) seperti anak-anak jaman sekarang contohnya aja anak kelas 5 SD udah doyan pacaran. bahkan udah bisa sms-an dengan pacarnya dengan bahasa gaul remaja / bahasa xmx.
Anak-anak jaman dahulu pun bermain dengan lawan jenis itu biasa dan sepertinya tak ada perasaan apapun melainkan rasa keceriaan dan indahnya persahabatan masa anak-anak. Akan tetapi berbeda dengan anak jaman sekarang anak-anak se-usia SD saja jika bermain dengan lawan jenis sepertinya sudah mulai "ada rasa yang tidak biasa" hhh. kacau-kacau benar-benar kacau pemikiran dan mental anak sekarang. mereka yang harusnya masih menikmati syurga dunia anak-anak yang indah dan penuh keceriaan harus dewasa lebih dini dan dipaksa berprilaku seperti layaknya orang dewasa padahal umur mereka yang amat belia hal itu disebabkan mulai lunturnya budaya luhur kita dijiwa generasi sekarang karena lebih suka ikut-ikutan budaya barat.
Liat aja tuh, dampaknya dari modernisasi dan globalisasi yang tidak terkendali. Pergaulan bebas meraja lela, banyak gang-gang remaja rusak, bahkan sampai-sampai kasus kehamilan oleh anak seusia sekolah sudah tidak bisa dihitung dengan jari lagi. semuanya itu berawal dari yang kecil ternyata...! yaitu karena kaum muda suka bergaya, gengsi kebablasan, dsb sehingga lebih menyukai budaya barat yang bersifat merusak umat dibandingkan budaya lokal khususnya budaya luhur yang agama Islam yang mengajari adab dan sopan santun dalam kehidupan manusia. Anak-anak jaman sekarang berdua-duan dengan lawan jenis sudah tidak malu lagi, bahkan ditempat umum pun bermesraan layaknya suami istri mereka anggap biasa, saya sering temui anak seusia smp bahkan ada anak seusia SD sudah bisa "bermesraan" ditempat-tempat umum (alun-alun, taman bunga, lapangan dll)
itulah sekelumit tulisan "iseng" saya semoga berguna. amien
Wallahu 'Alam

28 Oktober 2011

Ingin Selamat, Laksanakan Syariat Islam

Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)
Mukadimah Hadits :
Semua orang tidak ingin terjatuh ketika sedang berjalan, menaiki kendaraan. Semuanya ingin selamat. Untuk menghindari kecelakaan lalu lintas, diperlukan sikap taat aturan (rambu-rambu lalu lintas). Pejalan kaki berjalan di sebelah kiri. Di tengah-tengah ada polisi yang mengatur lalu lintas. Yang datang lebih dahulu di dahulukan yang menyusul di akhirkan. Agar tidak terjadi perselisihan. Diadakan pula peraturan tempat kembali ketika terjadi musibah yang tidak diinginkan.
Demikian pula dalam perjalanan kehidupan ini, tidak ada yang ingin celaka, rusak binasa dan sengsara. Semuanya ingin sehat lahir dan batin, selamat dalam mencapai tujuan. Agar perjalanan yang ditapaki lurus dan selamat, perlu dibuat sebuah peraturan yang mengikat setiap individu. Tempat kembali apabila ditemukan perselisihan. Itulah syariat (hukum) yang diturunkan oleh Allah SWT kepada umat manusia dengan perantaraan Nabi-Nya. Hukum yang bersumber dari-Nya adil dan bijaksana. Tidak memihak. Tidak seperti hukum buatan manusia. Ia bagaikan hukum pisau. Tumpul untuk kalangan atas, tajam untuk level grass root. Melukai rasa keadilan kaum dhu’afa dan mustadhafin (tertindas).
Hajat manusia kepada syariat Islam lebih besar melebihi kebutuhannya kepada tabib. Benar, sakit dan sehat, sedih dan gembira tidak bisa lepas dari kehidupan. Tetapi kita dituntut untuk menjaga kesehatan. Jika kita tidak memelihara kesehatan pisik, akan mudah terjangkiti penyakit. Al Wiqayatu khairun minal ‘ilaj (menjaga lebih baik daripada mengobati). Sedia payung sebelum hujan, kata pepatah bahasa Indonesia. Orang kampong pergi ke dukun. Orang kota pergi ke dokter. Tetapi ada sebagian orang desa lebih sehat daripada orang kota, karena mereka lebih banyak memikul pekerjaan yang berat, keringatnya keluar, badannya segar, tulang belulangnya kuat. Yang lebih kuat lagi adalah orang gunung. Setiap hari naik turun gunung ketika pergi ke ladang.
Manusia lebih memerlukan syariat Allah SWT daripada tabib. Tabib hanya bisa memberikan resep memelihara kesehatan pisik, sedangkan syariat untuk menjaga kesehatan jiwa, keturunan, akal, harta, agama, kehormatan diri (HAM). Syariat bukan hasil produk manusia, setelah mengalami uji coba di lapangan. Tetapi, ia datang dari wahyu Allah SWT yang suci, tidak terkontaminasi oleh kerusakan dan kebatilan.
Ketika seseorang tidak makan dan tidak minum, tubuhnya lemah dan nafasnya berhenti. Tetapi, jika orang tidak berpegang teguh dengan syariat akal dan budinya rusak. Moralitasnya akan hancur. Sekalipun dia bisa hidup, tetapi mengalami krisis makna. Tidak berarti (bermakna) di tengah kehadirannya di dunia ini.
Badan sakit adalah musibah. Perpisahan badan dan nyawa manusia adalah kematian. Kematian bukan merupakan bahaya besar, karena banyak orang yang sakit parah menginginkan kematian. Tetapi, jika kehidupan ini tidak menjunjung tinggi syariat, sekalipun badannya sehat, apalah artinya hidup jika tidak menemukan makna/arti hidup itu sendiri. Justru, banyak orang yang mati, tetapi namanya semakin hidup disebut-sebut oleh generasi di belakangnya. Sedangkan banyak orang yang hidup, menggenggam kekuasaan dan harta, tetapi banyak orang yang menginginkan kematiannya. Bahkan menuntutnya lengser sebelum masa baktinya (khidmahnya) selesai.
Oleh karena itu menghayati syariat Islam (tafaqquh fiddin) harus lebih didahulukan daripada mengetahui ilmu-ilmu yang lain. Karena menyangkut hubungan al-Makhluk dengan al-Khalik. Interaksi hamba dengan Tuhannya. Dan akan menjamin kedamaian, keselamatan kita di dunia yang fana ini menuju kehidupan yang kekal dan abadi. Jangan terbalik, mendahulukan mempelajari ilmu kehidupan dan terlambat menguasai tsaqafah islamiyah. Sehingga, muncullah fenomena manusia yang cerdas otaknya tetapi hatinya kurang peka, perasaannya kurang tajam. Kecerdasan pikiran tidak berbanding lurus dengan kecerdasan spiritual.

Syariat yang diturunkan kepada para anbiya dan para rasul, tujuannya sama. Yaitu memperkuat komunikasi antara Al-Khalik dan Al-Makhluk (laa ilaha illallah). Antara Allah SWT dan Abdullah. Karena, dari-Nya kita hadir, dengan izin dan restu-Nya kita menikmati berbagai fasilitas kehidupan, kepada-Nya kita akan kembali. Sekalipun syariat para nabi berlainan, sesuai dengan zamannya. Tetapi berlainan pada aspek kulitnya. Tujuannya satu, untuk menjaga kesucian hati manusia. Tidak ada satu pun perintah agama yang tidak membersihkan jiwa manusia. Ketika terjadi perbedaan yang tajam antara berbagai agama, karena akal dan nafsu manusia ikut bercampur di dalamnnya. Sehingga terjadi perubahan dan penggantian. Tidak orisinil (murni) dan otentik lagi.
Marilah kita belajar untuk tunduk dan patuh kepada syariat-Nya. Dengan tekun menjalankan ibadah. Ibadah adalah cara Allah SWT untuk mengarahkan dan memandu jalan kehidupan kita supaya tidak terjatuh (secara fatal), tersesat dan tergelinci.
SYARI’AT ISLAM YANG WAJIB SETIAP MUSLIM KERJAKAN
Berdasarkan hadits diatas dapat kita uraikan kewajiban-kewajiban kita sebagai seorang muslim yaitu :
Pertama, Kita diperintah untuk menegakkan shalat.
Mematuhi adab lahir dan kesopanan batin. Sesungguhnya shalat yang benar adalah yang dihayati bacaannya (al-Hadits). Ash-Shalatu ma ro’aita. Shalat adalah kaifiat (cara yang efektif) untuk taqarrub, tawajjuh, tabattul, tajarrud kepada Allah SWT. Di dalamnya tersimpan cara jitu untuk membesarkan-Nya dengan segenap anggota tubuh. Diikuti oleh ucapan lidah, gerakan tangan dan kaki, ketundukan kepala dan seluruh panca indra. Semuanya bekerja sama menghadapkan persembahan kepada Dzat Yang Maha Besar.
Kita mulai mengucapkan takbir. Allah SWT yang Maha Besar. Segala pekerjaan, gerak-gerik, pasang surut, untung dan rugi, naik dan turun, kaya dan miskin, kekuasaan atau kehinaan, semuanya adalah barang yang kecil ketika dihadapkan kebesaran-Nya.
Perbuatan lahir diikuti oleh gerakan batin. Semua anggota tubuh mengucapkan puja dan puji atas berbagai karunia yang diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Lidah tidak berhenti menyanjung-Nya, bertasbih dan bertakbir. Kita berdiri di hadapan-Nya dengan hati yang tunduk, menyadari dengan insaf bahwa kita hanyalah seorang hamba yang hina dan kecil tidak berarti apa-apa di hadapan kekuasaan-Nya yang luas dan tidak berujung.
Kita bersujud ke tanah dengan kening kita, bagian tubuh yang paling mulia dan kita hormati. Tetapi wajah itu kita tundukkan ke bawah. Untuk membuktikan kepada-Nya bahwa kening hanya kami izinkan untuk patuh kepada-Mu. Ya Rabb. Itulah seorang muslim, yang tidak pernah menundukkan kepala di hadapan siapapun, tetapi hanya tunduk dengan ridha kepada Allah SWT.
Kita berdiri, dan memohon kepada-Nya, dan kita rukuk tertunduk, di dalamnya kita memuji Dia. Kita bersujud, kita mengharapkan belas kasih-Nya. Kita duduk, kita memohon rahmat dan maghfirah dalam kehidupan kita. Demikianlah kita melakukan shalat sampai selesai.
Sebelum shalat selesai, kita mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW dan kepada kerabatnya, dan kepada Nabi Ibrahim dan kerabatnya. Karena merekalah yang telah menunjukkan dan merintis jalan ini. Lalu kita menoleh ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” kepada semua makhluk-Nya di sebelah kita.
Artinya, setelah kita kuatkan tali perhubungan antara seorang hamba dengan Allah SWT Yang Maha Besar, kita bawa perasaan demikian ke tengah-tengah pergaulan hidup. Kita sebarkan perdamaian, ketenteraman dan rahmat di alam semesta.
Sebelum kita pergi, kita duduk sejenak, kita susun jari jemari kita, kita hamparkan sayap pengharapan dengan melantunkan bermacam-macam doa, semoga kiranya dikabulkan oleh-Nya. Setelah itu barulah kita berdiri dari tempat duduk, dengan hati yang suci, raut muka yang jernih, sudah sekian lamanya kita telah menghadap ke hadirat Rabbul ‘Izzati.
Adakah suatu ibadah yang lebih bagus dari gerakan shalat? Adakah jalan untuk mencapai kesempurnaan dan kemuliaan diri melebihi shalat? Adakah suatu tanda tunduk yang demikian kuat pengaruhnya melebihi dari shalat?
Ada sebagian orang yang berpandangan, mungkinkah kita mencapai kesucian dan memuji Allah SWT hanya dengan sebatas gerakan badan seperti itu ?. Betul, jika gerakan badan tidak diikuti gerakan batin secara simultan dan stimulan. Kalau kita hanya mensyukuri nikmat Allah SWT hanya dengan hati, tidak diikuti dengan lisan dan perbuatan, maka syukur kita tidak utuh. Sedangkan semua instrumen diri kita merasakan nikmat tersebut. Jadi bersyukur itu harus all out. Dengan hati, lisan dan amal shalih yang membuat pemberinya senang.
Kedua, kita diperintahkan pula mengeluarkan zakat,
jika harta kekayaan kita mencapai satu nishab. Yaitu dikeluarkan 2/5% dari jumlah harta. Dengan aturan itu semakin jelas bahwa syariat tidak hanya menekankan dalam memperbaiki hubungan dengan Allah SWT, tetapi juga memperkuat hubungan dengan sesama manusia. Jadi, Islam memperkokoh hubungan kepada Allah SWT dan memperkuat interaksi sesama manusia (hablul minallah wa hablun minannas). Indikator seseorang itu dicintai oleh Allah SWT adalah dicintai sesama manusia.
Maka disyariatkan zakat. Zakat artinya suci. Mensucikan diri sendiri dari karat kekikiran. Membersihkan diri sendiri dari perasaan menyisihkan diri dari sesama manusia. Dan membersihkan harta itu sendiri agar tidak tercampur antara milik kita dan hak orang lain. Yaitu harta yang sepatutnya diterima yang berhak (mustahiq).
Tegasnya, membersihkan masyarakat dari perasaan berkapitalis. Zakat adalah sebuah pendidikan ilahi agar menusia tidak mementingkan diri sendiri, tetapi bersikap peduli dan empati kepada orang lain. Sehingga orang kaya menjadi pelindung si miskin. Tidak akan masuk surga seorang yang kenyang, sedangkan tetangganya dibiarkan kelaparan (al-Hadits). Sesungguhnya orang kafir takut terhadap apa yang diperbuat oleh mukmin yang kaya. Persoalan social akan mudah dipecahkan jika rukun Islam yang berupa zakat ini dilaksanakan.
Ketiga, puasa pada bulan Ramadhan.
Alangkah indah dan mulia ibadah puasa. Karena mengajarkan manusia mengelola hawa nafsu. Ia melepaskan manusia dari ikatan kebinatangan. Bukankah ahli ilmu pengetahuan, bahwa manusia itu serupa dengan binatang. Yang membedakan hanya akal pikirannya. Syariat puasa membangkitkan kesadaran manusia untuk melepaskan nafsu hewani. Bukankah manusia yang tidak bisa memimpin syahwat perut dan syahwat farjinya sama dengan binatang.
Bila syahwat sudah bisa dikendalikan, tertutuplah jalan-jalan yang semula terbuka digunakan oleh syetan untuk menjerumuskan manusia. Orang yang berpuasa menghentikan makan & minum yang halal, berhubungan dengan istri di siang hari untuk mematuhi perintah Allah SWT. Dari sini, terdapat pelajaran berkorban. Sekalipun lapar dan nafsu biologis bergejolak, asal Tuhan yang memerintahkan, akan bersikap sami’na wa ‘atha’na. Kita tahan dengan sakitnya lapar dan dahaga, tetapi tidak tahan dengan panasnya api neraka. Maka, akan berangsur-angsur hati merasa ringan untuk menjalankan perintah. Dan siap menunggu intruksi lanjutan yang lebih berat, jika waktunya tiba.
Adakah ibadah yang lebih efektif daripada puasa ?. Bukankah puasa itu membedakan antara manusia biasa dan manusia sejati ?. Bukankah ketika apabila perut sedang lapar, jiwa menjadi bersih, hati menjadi lemah lembut ?. Kecintaan dunia yang memberikan pengaruh yang keras di dalam hati manusia menjadi lunak dengan berpuasa.
Berpuasa bukan menyiksa diri, tetapi mengangkatnya menuju kemuliaan. Tiada perintah ibadah kecuali untuk kemaslahatan manusia. Dengan jalan menahan nafsu dalam berpuasa akan terbukalah kemenangan dalam perjuangan menegakkan kebenaran kelak.
Keempat, syariat haji juga mengandung hikmah yang luar biasa.
Tidak merasakan efeknya dalam kehidupan kecuali orang yang bersih. Mustahil orang mengumpulkan harta yang halal, dan siap menanggung resiko perjalanan jauh ke Makkah, jika tidak memiliki spirit berkorban untuk Allah SWT. Haji adalah wujud pengorbanan kongkrit secara lahir dan batin. Biaya untuk pergi haji akan diganti oleh Allah SWT (pasti kembali kepada pemiliknya), meminjam ungkapan orang yang telah melaksanakan rukun Islam yang kelima ini. Semakin banyak harta kekayaan yang dikeluarkan untuk Allah SWT akan dilipatgandakan dan menambah kebaikan dirinya.
Masjidil Haram adalah pusat dunia Islam. Disanalah terdapat pusaka-pusaka tua, jejak perjuangan yang telah ditempuh oleh Nabi Ibrahim, yang ridha menyembelih anaknya sendiri karena kecintaannya kepada Allah SWT. Jalan itu juga telah ditempuh Rasulullah SAW dalam menanggung berbagai kesulitan di negeri itu ketika membawa cahaya iman di tengah-tengah kegelapan jahiliyah. Bukan gelap mata tetapi kegelapan hati. Di sana terdapat berbagai syiar Allah SWT, berbagai ibrah dari kebesaran Allah SWT, untuk memperbaharui iman.

Wajar, jika Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang pergi mengerjakan haji dengan hati yang tulus, dosanya akan diampuni, sehingga bersih bagaikan bayi yang baru dilahirkan dari rahim ibunya.

Bukankah apabila telah terikat tali kecintaan kita dengan seorang sahabat, maka ia akan merasa terhormat jika ia mengajak mampir (singgah) di dalam rumahnya, kita pun merasa bahagia pula bisa menyambut seruan itu ?. Sekarang, bagaimanakah perasaan kita jika yang kita cintai Tuhan kita sendiri. Dan Dia pula mencintai kita. Sebab, sudah sekian lama kita telah menjalin keakraban. Sejak mengucapkan dan melaksanakan tuntutan syahadat tauhid, dan syahadat rasul, melaksanakan ibadah shalat, zakat, puasa.
Indikator (bukti) keakraban hubungan dengan-Nya kita bersedia mampir ke rumah-Nya, baitullah. Kita dipersilahkan dengan hormat sebagai tamu-Nya (dhoifur rahman). Ketika memiliki kesanggupan. Di sana banyak barang yang mulia, sebagai peringatan, seperti Ka’bah itu sendiri disebut Baitullah (rumah Allah SWT), Maqam Ibrahim, Hajar Ismail, sumur Zam-Zam, jumratul ‘aqabah yang tiga, bukit Arafah dll. Diminta-Nya kita berkumpul bersama-sama ke Arafah, sehingga dapat disaksikan suatu pemandangan yang indah, betapa lautan manusia membuktikan keteguhan tali percintaan antara Allah SWT dengan mereka.
Jika demikian dalam rahasia yang dikandung dalam manasikul haji, maka ucapan yang kita lantunkan adalah : Labbaika, Allahumma labbaik ! La syarika laka labbaik ! Ini saya telah datang, aduhai kekasihku, inilah saya Tuhanku, aku tidak mempersekutukan kecintaanku kepada-MU dengan yang lain. Inilah saya.

Sudah sepatutnya, jika ada hadits nabi yang menjelaskan bahwa malaikat berdiri di tiap-tiap persimpangan jalan menghitung dan mencatat nama-nama orang yang pergi menjalankan haji, dan akan dilaporkan kepada Tuhan dan diampuni dosanya.

Labbaik Allahumma labbaik, innal hamda wal mulka laka, la syarika laka !. Inilah hamba-MU ya Tuhanku, segenap pujian dan kekuasaan tetaplah pada-MU, tak bersekutu Engkau dengan yang lain.
Banyak rahasia yang terkandung di dalamnya. Kita diperintah menanggalkan pakaian yang biasa kita pakai. Menggunakan kain yang tidak berjahit. Baik yang kaya ataupun yang miskin berabur menjadi satu. Disuruh menyederhanakan semua perbedaan-perbedaan. Masing-masing menunjukkan bahwa semuanya adalah hamba-Nya yang sama-sama rindu mengharap pintu rahmat dan maghfirah-Nya.
Kita disuruh membuka kepala, tidak boleh bertopi dan bermahkota. Tunjukkan persahabatan yang sejati dan sadarilah kamu bisa hidup dan mati karena kekuasaan-Nya. Kita disuruh thawaf, melempar jumrah. Itulah ibadah yang ghoiru ma’qulil makna (tidak rasional). Ibadah yang hanya menyentuh hati nurani. Demi, si pendosa mengatakan bahwa cinta itu membuat matamu buta. Biarlah mataku buta, sejak mata lahiriyahku tidak melihat alam lagi, tetapi mata batinku terus makrifat kepada Tuhanku.
Kelima, rukun islam disempurnakan dengan syariat Jihad (perlindungan Islam)
Jihad adalah tiang ibadah. Jihad adalah bukti faktual kecintaan hamba terhadap Al-Khalik. Tidak sedikit orang yang menjalin kecintaan tanpa berkorban. Betapa banyak orang yang senang menerima tetapi enggan memberi. Jihad adalah mengerahkan jiwa dan raga untuk membela agama Allah SWT dari serangan musuh-musuh-Nya. Hamba yang tercinta itu rela berkorban apa saja untuk yang dicintai-Nya. Sekiranya kematian yang diminta dan barang yang paling berharga dalam perjuangan itu, maka ia rela mati. Dan kalau boleh hidup kembali, ia akan hidup lagi agar dapat membuktikan cinta dengan kematian sekali lagi. Dia sudah melakukan transaksi jual beli dengan Allah SWT.

إِنَّ اللّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُم بِأَنَّ لَهُمُ الجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْداً عَلَيْهِ حَقّاً فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللّهِ فَاسْتَبْشِرُواْ بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُم بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِي
“Sesungguhnya Allah SWT telah membeli dari orang-orang beriman akan diri dan harta kekayaan mereka ialah untuk mereka surge mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh.” (QS. At Taubah (9) : 111).

Jika sudah terbukti indicator (bukti) cinta sejati dengan bersedia berkorban apa saja terhadap yang dicintainya, maka kecintaannya harus utuh (tidak terbelah/bercabang). Agar tidak terjadi kecemburuan. Apakah hakikat jihad dalam Islam itu. Mengapa ia diwajibkan oleh Allah SWT kepada orang beriman?
Pertanyaan tersebut bisa diketahui dengan suatu permisalan yang berikut.
Andaikata ada seorang yang mengaku sebagai sahabat (teman dekat) yang mencintai kita. Tetapi perbuatannya pada setiap kecelakaan yang menimpa kita, menjadi saksi tidak mencintai kita. Ia tidak peduli dengan manfaat dan madharat yang menimpa kita. Ia tidak mau mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan ketika terjadi musibah. Bahkan tidak mencegah orang-orang yang mencelakai kita. Bahkan berserikat dengan orang lain/musuh untuk memojokkan kita. Apakah pengakuan dia sebagai sahabat kita akui?
Sekali-kali tidak. Ia mengaku sebagai sahabat hanya dengan lidah, tidak dengan hati yang tulus. Sahabat sejati adalah yang mencintai kita dengan siap berkorban apa saja untuk kita. Menolong dan membela kita dari musuh yang akan mencelakai kita. Jika semua persyaratan pertemanan tersebut tidak ada, maka ia adalah duri dalam daging kita (musuh dalam selimut). Apa arti syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji yang ia lakukan ?.
Maka kiaskanlah perumpamaan diatas dengan pengakuan kita sebagai muslim dan mukmin. Ketika kita mengaku muslim, adalah memiliki kesiapan untuk berkorban. Jadi, makna jihad adalah bahwa di dalam dirimu terdapat fanatisme Islam, kecemburuan (ghirah) terhadap keimanan, cinta kepada agama, dan nasihat yang tulus untuk saudara-saudaramu muslim (jihad ‘aini). Termasuk bagian dari fanatisme adalah jihad fi sabilillah dengan pengertiannya yang khusus, yaitu peperangan yang dilakukan oleh kaum muslimin di hadapan para penjajah peradaban (jihad kifai). Tidak ada yang memicu peperangan tersebut, selain mencari keridhaan Tuhan mereka. Mereka benar-benar telah membersihkan diri dari setiap motivasi duniawi yang rendah (Al Maududi, Mabadiul Islam, hal 118-119).*
Refrensi : majalah hidayatullah

ORANG-ORANG YANG SELALU DIDOAKAN OLEH MALAIKAT

http://farm1.static.flickr.com/227/465631886_5615b95ee4.jpg
Malaikat adalah makhluk Alloh yang taat beribadah kepada-Nya, bahkan berbeda dengan manusia, malaikat tidak memiliki nafsu, bersih dan suci dari kesalahan. Mereka memiliki berbagai tugas yang berbeda-beda, mulai dari mengatur alam hingga mencabut nyawa. Di antara mereka ada pula yang diberi kewenangan oleh Alloh untuk senantiasa berdoa, bisa kita bayangkan, betapa indah dan mulia do’a yang dilantunkan oleh para Malaikat yang terbebas dari salah dan lupa tersebut. Didalam tulisan ini saya mencoba membagikan kutipan karya Syaikh Dr. Fadhl Ilahi yang dikumpulkan dari hadits Nabi Muhammad SAW, semoga menginspirasi kita semua untuk senantiasa meningkatkan amal dan kebaikan.
Beruntung sekali orang-orang yang dido’akan malaikat, karena do’a malaikat pasti dikabulkan oleh Allah SWT karena mereka adalah makhluk yang suci dari dosa. Semoga kita termasuk orang-orang yang dido’akan oleh malaikat, jika anda ingin dido’akan oleh malaikat mari kita amalkan apa yang kita kaji dibawah ini , berikut diantara orang yang dido’akan oleh malaikat :
1. Orang yang tidur dalam keadaan bersuci.
Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang tidur dalam keadaan suci, maka malaikat akan bersamanya di dalam pakaiannya. Dia tidak akan bangun hingga Malaikat berdoa ‘Ya Allah, ampunilah hambamu si fulan karena tidur dalam keadaan suci”. (Imam Ibnu Hibban meriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/37)

2. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci kecuali para malaikat akan
mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’
(Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469)
3. Orang – orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang – orang) yang berada pada shaf – shaf terdepan” (Imam Abu Dawud (dan Ibnu Khuzaimah) dari Barra’ bin ‘Azib ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud I/130)
4. Orang – orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf).
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang – orang yang menyambung shaf – shaf” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)
5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah.
Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalinn’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa
ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu”.
(Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)
6. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat akan selalu bershalawat ( berdoa ) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia
melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia
(Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini)
7. Orang – orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah.
Rasulullah SAW bersabda, “Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat ( yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir)
8. Orang yang mendoakan saudaranya tanpa sepengetahuan orang yang didoakan.
Rasulullah SAW bersabda, “Doa seorang muslim untuk saudaranya yang dilakukan tanpa sepengetahuan orang yang didoakannya adalah doa yang akan dikabulkan. Pada kepalanya ada seorang malaikat yang menjadi wakil baginya, setiap kali dia berdoa untuk saudaranya dengan sebuah kebaikan, maka malaikat tersebut berkata ‘aamiin dan engkaupun mendapatkan apa yang ia dapatkan’” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ummud Darda’ ra., Shahih Muslim no. 2733)
9. Orang – orang yang berinfak.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidak satu hari pun dimana pagi harinya seorang hamba ada padanya kecuali 2 malaikat turun kepadanya, salah satu diantara keduanya
berkata, ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak’. Dan lainnya berkata, ‘Ya Allah, hancurkanlah harta orang yang pelit’”
(Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 1442 dan Shahih Muslim no. 1010)
10. Orang yang sedang makan sahur.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat (berdoa ) kepada orang – orang yang sedang makan sahur” Insya Allah termasuk disaat sahur untuk puasa “sunnah” (Imam Ibnu Hibban dan Imam Ath Thabrani, meriwayaatkan dari Abdullah bin Umar ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhiib wat Tarhiib I/519)

11. Orang yang sedang menjenguk orang sakit.
Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menjenguk saudaranya kecuali Allah akan mengutus 70.000 malaikat untuknya yang akan bershalawat kepadanya di waktu siang kapan saja hingga sore dan di waktu malam kapan saja hingga shubuh” (Imam Ahmad meriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib ra., Al Musnad no. 754, Syaikh Ahmad Syakir berkomentar,”Sanadnya shahih”)

12. Seseorang yang sedang mengajarkan kebaikan kepada orang lain.
Rasulullah SAW bersabda, “Keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah bagaikan keutamaanku atas seorang yang paling rendah diantara kalian. Sesungguhnya penghuni langit dan bumi, bahkan semut yang di dalam lubangnya dan bahkan ikan, semuanya bershalawat kepada orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dari Abu Umamah Al Bahily ra., dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Kitab Shahih At Tirmidzi II/343)
Wallahu ‘Alam

Aqidah Akhlaq & IPTEK : KECERDASAN SPIRITUAL DAN EMOSIONAL TERABAIKAN.

Bicara tentang sumpah pemuda 28 Oktober takkan terlepas dengan sepak
terjang semangat kaum muda, kalau dulu kaum muda menyatukan semangat
nasionalismenya dengan konfrensi pemuda maka setelah 83 tahun sumpah
pemuda kita tuangkan dalam berbagai segi kehidupan yang salah satunya
PENDIDIKAN.
Pada pembahasan ini kita akan menitikberatkan pada sistim pendidikan
di indonesia.
Sistem pendidikan Indonesia masih menitikberatkan pada upaya
meningkatkan kecerdasan intlektual semata. Kecerdasan emosional dan
spiritual yang menjadi landasan berprilaku dan karakter bangsa justru
di nomor sekiankan.
Ironis memang, padahal kecerdasan intlektual saja tidak bisa
mensejahterakan manusia. Hanya memenuhi rasa ingin tahu manusia.
FAKTANYA sejumlah negara maju menunjukkan, kecerdasan intlektual yang
membawa penguasaan ekonomi, ilmu, dan teknologi global tidak menjamin
kebahagiaan rakyatnya. Jumlah pengidap strees, depresi, dan pelaku
bunuh diri tetap tinggi.
Sedangkan di Indonesia, pembangunan yang mengedepankan aspek ilmu
pengetahuan dan teknologi membuat kecerdasan intlektual sangat di
utamakan. Kebijakan seperti ini terus saja di terapkan dalam
pendidikan di sekolah melalui pengutamaan pelajaran matematika dan
sains. Seakan akan Indonesia akan maju dengan hanya mengedepankan
matematika dan sains.
Perlu kita ketahui, ilmu pengetahuan tanpa agama buta. Agama tanpa
ilmu pengetahuan lumpuh. Namun jika ilmu pengetahuan tinggi yang
berpondasikan agama yang kokoh telah menyatu membentuk kepribadian
bangsa maka akan tercipta budaya yang adi luhur, berkurangnya
kasus-kasus yang seharusnya tidak perlu semisal korupsi, tawuran dll.
Ahirkata penulis, kemajuan suatu bangsa tergantung pada kuantitas
pemuda yang berkualitas dari generasi penerusnya. SEJATINYA NEGARA
AKAN MAJU DAN MENSEJAHTERAKAN RAKYATNYA JIKA NEGARA ITU BERPONDASIKAN
AGAMA YANG KOKOH DAN NILAI PENGETAHUAN YANG TINGGI.
--
Dikirim dari perangkat seluler saya

27 Oktober 2011

Luruskan akidahmu : Sesatnya Tasawuf & salah paham "wali"

Syarah Hadits : Siapakah sebenarnya wali Alloh itu.? 

Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam, sholawat dan salam buat Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, semoga selawat dan salam juga terlimpahkan buat keluarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk mereka sampai hari kiamat. Amien

Dalam kajian kali ini penulis menyajikan syarah hadits arbain nawawi hadits ke-38, tentang wali Alloh. Sekarang ini banyak beredar faham-faham sesat tentang wali, sampai ada orang yang menganggap dirinya wali Alloh lalu mengaku menyatu dengan Alloh,  mereka tidak sadar kalau mereka telah terjerumus kedalam kesyirikan yang amat nyata. Seperti halnya ajaran-ajaran tasawuf (sufi) yang sesat dan menyesatkan umat. Mereka tidak faham apa itu wali Alloh, mereka berpikir bahwa wali Alloh itu punya karomah-karomah yang luar biasa, sehingga prilakunya yang “nyeleneh” pun dianggap sebagai karomah. Sampai-sampai saya pernah mendengar berita ada seorang guru berpaham tasawuf meminum arak lalu ada muridnya yang melihat, lalu melaporkan kepada temannya yang lain lalu temannya itu berkata ”sebenarnya mata kita yang salah karena banyaknya dosa kita sehingga susu yang diminum guru kita terlihat dimata kita arak, padahal yang diminum itu memang benar-benar arak. Begitulah ajaran tasawuf sesat sehingga gurunya yang dianggap wali itu walaupun melakukan dosa besar tetap dianggap suci bahkan disamakan dengan kedudukan Allah dimata mereka, Naudzubillah.

Untuk lebih jelas tentang kesesatan tasawuf saya mengutip artikel tentang imam sufi berikut “Sufi Abu Yazid al-Bustami (meninggal diBistam, Iran,261 H/874 M.) Dia adalah pendiri tarekat Naqsyabandiyah. Mengaku berguru pada Imam Ja’far padahal dia baru lahir 40 tahun setelah Imam Ja’far meninggal dunia. Pada suatu waktu dalam pengembaraannya, setelah shalat Subuh Yazid Al-Bustami berkata kepada orang-orang yang mengikutinya, ”Innii ana Allah laa ilaaha illaa ana fa`budnii (Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tiada Tuhan melainkan aku, maka sembahlah aku). ” Mendengar kata-kata itu, orang-orang yang menyertainya mengatakan bahwa al-Bustami telah gila.  Menurut pandangan para pengikut sufi, ketika mengucapkan kata-kata itu, al-Bustami sedang berada dalam keadaan ittihad, suatu maqam (tingkatan) tertinggi dalam paham tasawuf.”
Masihkah anda ragu kalau ajaran-ajaran tasawuf (sufi) itu sesat, untuk lebih jelasnya mari kita simak syarah hadits berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ
[رواه البخاري]
Terjemah hadits / ترجمة الحديث :
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan  beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi “ (Hadits Riwayat Bukhori).

Terjemahan Hadits:
“Dari Abu Hurairah radhiAllohu ‘anhu ia berkata: telah bersabda Rasulullah shalalahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya Alloh telah berfirman: Barangsiapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya jadilah aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, dan sebagai penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepadaKu pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan dariKu pasti Aku akan melindunginya”.

Hadits ini dirawikan Imam Bukhary dalam kitab shahihnya, hadits no: 6137.

Hadits ini disebut juga hadits Qudsi, karena Nabi shalalahu ‘alaihi wa sallam meriwayatkannya langsung dari Alloh, adapun perbedaan antara hadits Qudsi dengan hadits biasa ada beberapa pendapat, yang masyhur di kalangan para ulama adalah bahwa hadits Qudsi lafaz dan maknanya datang langsung dari Alloh adapun hadits biasa lafaznya dari nabi sedangkan maknanya dari Alloh subhanahu wa ta’ala. Kemudian apa perbedaan antara hadits Qudsi dengan Al Qur’an? Karena keduanya sama-sama datang dari Alloh baik lafaz maupun makna? Sebagian ulama menyebutkan: perbedaanya adalah Al Quran mendapat pahala dalam segi membaca dan hal-hal lainnya, adapun hadits Qudsi mendapat pahala dengan memahami dan mengamalkannya. Namun sebagian ulama meninggalkan dari mencari-cari perbedaan tersebut takut akan terjerumus kepada persoalan yang berlebih-lebihan yang akhirnya akan menyebabkan berbicara dalam agama tampa ilmu. Wallohu a’lam bissawaab.
Sahabat yang merawikan hadits ini dari Rasulullah shalallohu ‘alaihi wa sallam adalah Abu Hurairah radhiAllohu ‘anhu, sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits dari Rasulullah shalAllohu ‘alaihi wa sallam. Nama beliau adalah Abdurrahman bin Shakhar Addausy, masuk Islam pada saat perang khaibar tahun ke 7 H. dan meninggal dunia pada th 57 H.

Mengapa beliau sahabat yang terbanyak meriwayatkan hadits?

Pertama, berkat doa nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam kepadanya, agar setiap hadits yang ia dengar langsung hafal dan tidak lupa untuk selamanya. 

Kedua, ia selalu bersama nabi semenjak berjumpa dengan beliau, ia tidak punya kesibukan lain kecuali mengambil ilmu dari nabi adapun para sahabat yang lain Mereka mempunyai kesibukan untuk mengurus keluarga dan harta mereka. Imam Az Dzahaby menyebutkan dalam kitab Siyyarnya, “Seseorang bertanya kepada Tholhah bin Ubaidillah: kenapa Abu Hurairah lebih banyak mengetahui hadits dari kalian? Kami mendengar darinya apa yang tidak kami dengar dari kalian? Apakah ia mengatakan sesuatu yang tidak dikatakan Rasulullah? Jawab Tholhah: adapun tentang ia mendengar sesuatu yang tidak kami dengar, saya tidak meragukannya, saya akan menerangkan hal tersebut padamu, kami memiliki keluarga, binatang ternak dan pekerjaan, kami datang menemui Rasululllah hanya pada dua penghujung hari (pagi dan sore). Sedangkan ia (Abu Hurairah) adalah orang yang miskin, sebagai tamu dipintu rumah Rasulullah shalAllohu ‘alaihi wa sallam, tangannya selalu bersama tangan Rasulullah, maka kami tidak meragukan apa yang ia dengar sekalipun kami tidak mendengarnya dari Rasulullah, engkau tidak akan menemukan seseorang akan tetap baik bila ia mengatakan sesuatu yang tidak dikatan Rasulullah shalAllohu ‘alaihi wa sallam.”

Abu Hurairah sendiri pun telah menjelaskan tentang hal tersebut ketika berita seperti ini dari seseorang sampai kepadanya: aku datang menemui Rasulullah pada saat perang khaibar, umurku saat itu sudah melewati 30 tahun. Aku tetap tinggal bersamanya sampai beliau meninggal dunia, aku ikut bersamanya kerumah-rumah istri beliau, aku selalu membantu beliau, aku selalu ikut perang dan haji bersama beliau, dan tetap selalu shalat di belakang beliau, maka oleh sebab itu (demi Alloh) aku menjadi orang yang paling tahu dengan hadits-hadits beliau. 

Kandungan Hadits
 
Hadits di atas mengandung beberapa pembahasan penting diantaranya:

Pertama: Tentang al wala’ wal bara’ (loyalitas dan berlepas diri).
 
Dalam potongan awal dari hadits diatas disebutkan: “Barangsiapa yang memusuhi Waliku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang kepadanya”. Maksud dari memusuhi dalam hadits ini adalah memusuhi karena alasan agama dan iman bukan karena urusan duniawi, adapun pertikaian yang disebabkan oleh urusan duniawi selama tidak sampai pada puncak kebencian tidak mendapat ancaman yang disebutkan Alloh dalam hadits ini. Karena perselisihan dan pertikaian juga terjadi dikalangan sebahagian para sahabat, sebab mereka adalah manusia biasa yang juga memeliki kesalahan dan kealpaan, tapi pertikaian tersebut tidak sampai pada tingkat kebencian, bahkan secepatnya mereka saling memaafkan, sebagaimana yang pernah terjadi antara Abu bakar dan Umar atau pertikaian tersebut timbul karena ijtihad Mereka masing-masing sebagaimana apa yang terjadi dalam perang shiffin dan jamal. 

Adapun kebencian yang didasari oleh kebencian kepada agama dan keimanan adalah merupakan dosa besar dan bahkan bisa menyebabkan seseorang keluar dari Islam, sebagaimana kebencian orang –orang Ahlu bid’ah kepada Ahlussunnah, atau kebencian orang-orang munafikin dan kafirin kepada umat Islam. Begitu pula setiap orang yang tidak menginginkan Islam dan sunnah tersebar dikalangan umat manusia. Apalagi bila sampai pada tingkat menangkap atau menculik dan membunuh tokoh-tokoh Ahlussunnah. Orang yang paling nomor satu dalam memusuhi wali-wali Alloh adalah kaum Rafidhah (Syi’ah), mereka sangat memusuhi orang-orang yang berada digaris depan dan paling mulia dari seluruh wali Alloh setelah para nabi dan rasul yaitu para sahabat yang mulia. Mereka orang-orang rafidhah mengkafirkan dan mencaci para sahabat yang telah berjuang dijalan Alloh untuk tegaknya agama Islam ini dengan harta dan jiwa raga mereka. 

Imam As Sya’bi mengungkapakan bahwa kebencian Rafidhah kepada para wali Alloh melebihi kebencian yahudi dan nasrani kepada para wali Alloh: ”Bila engkau bertanya kepada seorang yahudi siapa generasi terbaik agama kamu? Ia akan menjawab: sahabat Musa. Begitu pula bila engkau bertanya kepada seorang nasrani: siapa generasi terbaik agamamu? Ia akan menjawab: sahabat Isa. Tapi bila engakau bertanya kepada seorang rafidhah: siapa generasi yang terburuk dalam agama ini? Ia akan menjawab: sahabat Muhammad.”
Oleh sebab itu Imam Abu Hatim Arraazy berkata, “Sebetulnya Mereka itu ingin membatalkan Al Quran dan Sunnah, tapi Mereka tidak mampu maka Mereka ingin mencela orang yang menyampaikan Al Quran dan sunnah supaya bisa membatalkan Al Quran dan Sunnah, tapi mereka (orang syi’ah) itu lebih berhak untuk dicela, Mereka itu adalah orang-orang zindiq.”

Cara ini pulalah yang ditempuh oleh berbagai kelompok yang melenceng dari sunnah sekarang ini, kita tidak perlu menyebutkan nama mereka masing-masing, tapi cukup kita kenal ciri mereka, karena nama bisa bertukar disetiap tempat dan disetiap saat, bila kita melihat ada kelompok yang melecehkan ulama atau pengikut sunnah itulah mereka. Kenapa mereka menempuh cara ini? Karena bila generasi dijauhkan dari ulamanya maka saat itu mereka baru bisa memasukkan ide-ide atau pemikiran mereka, oleh sebab itu mereka selalu melecehkan atau meremehkan para penegak sunnah, supaya bila label jelek ini sudah tertanam dalam benak seseorang, saat itu ia tidak akan mau lagi mendengar nasehat para ulama, maka saat itu pula berbagai pemikiran dapat dimasukkam kepada mereka.

Sekarang kita kembali kepada taufik utama kita, yaitu apakah pengertian wali, siapa wali Alloh itu? bermacam pandangan telah mewarnai bursa kewalian, ada yang berpandangan bila seseorang telah memiliki hal-hal yang luar biasa berarti dia telah sampai pada tingkat kewalian, seperti tidak luka bila dipukul dengan senjata tajam dan sebagainya. Sebagian orang berpendapat bila sudah pakai baju jubah dan surban berarti sudah wali, sebagian lain berpendapat bila seseorang suka berpakaian kusut dan bersendal cepit berarti ia wali, adapula yang berpandangan bila seseorang kerjanya berzikir selalu berarti dia wali. Dan banyak lagi pendapat-pendapat tentang perwalian yang tidak dapat kita sebutkan satu persatu disini.

Pengertian Wali
 
Wali secara etimologi berarti: dekat. Adapun secara terminologi menurut pengertian sebagian ulama ahlussunah, wali adalah orang yang beriman lagi bertakwa tetapi bukan nabi. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh orang yang beriman lagi bertaqwa adalah disebut wali Alloh, dan wali Alloh yang paling utama adalah para nabi, yang paling utama diantara para nabi adalah para rasul, yang paling utama diantara para rasul adalah Ulul ‘azmi, yang paling utama diantara Ulul ‘azmi adalah Nabi Muhammad shalAllohu ‘alaihi wa sallam. Maka para wali Alloh tersebut memiliki perberbedaan dalam tingkat keimanan mereka, sebagaimana mereka memiliki tingkat yang berbeda pula dalam kedekatan Mereka dengan Alloh.

Maka dapat disimpulkan disini bahwa wali-wali Alloh terbagi kepada dua golongan:

Golongan Pertama: Assaabiquun Almuqarrabuun (barisan terdepan dari orang-orang yang dekat dengan Alloh). Yaitu mereka yang melakukan hal-hal yang mandub (sunnah) serta menjauhi hal-hal yang makruh disamping melakukan hal-hal yang wajib. Sebagaimana lanjutan hadits: “Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”. 

Golongan Kedua: Ashaabulyamiin (golongan kanan). Yaitu mereka hanya cukup dengan melaksanakan hal-hal yang wajib saja serta menjauhi hal-hal yang diharamkan, tanpa melakukan hal-hal yang mandub atau menjauhi hal-hal yang makruh.
Sebagaimana yang disebutkan dalam potongan hadits di atas: “Dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya”

Kedua golongan ini disebutkan Alloh dalan firman-Nya:
“Adapun jika ia termasuk golongan yang dekat (kepada Alloh). Maka dia memperoleh ketentraman dan rezki serta surga kenikmatan. Dan adapun jika ia termasuk golongan kanan. Maka keselamatan bagimu dari golongan kanan”. (Al Waaqi’ah: 88-91).

Kemudian para wali itu terbagi pula menurut amalan dan perbuatan Mereka kepada dua bagian; wali Alloh dan wali setan. Maka untuk membedakan diantara kedua jenis wali ini perlu kita melihat amalan seorang wali tersebut, bila amalannya benar menurut Al Quran dan Sunnah maka dia adalah wali Alloh sebaliknya bila amalannya penuh dengan kesyirikan dan segala bentuk bid’ah maka dia adalah wali setan. Berikut kita akan rinci ciri-ciri dari kedua jenis wali tersebut.

Ciri-Ciri Wali Alloh
 
Alloh telah menyebutkan ciri para waliNya dalam firmannya, “Ingatlah; sesungguhnya para wali-wali Alloh Mereka tidak merasa takut dan tidak pula merasa sedih. Yaitu orang-orang yang beriman lagi bertaqwa”. (Yunus: 62-63).

Ciri pertama, beriman, artinya keimanan yang yang dimilikinya tidak dicampuri oleh berbagai bentuk kesyirikan. Keimanan tersebut tidak hanya sekedar pengakuan tetapi keimanan yang mengantarkan kepada bertakwa. Landasan keimanan yang pertama adalah Dua kalimat syahadat. Maka orang yang tidak mengucapkan dua kalimat syahadat atau melakukan hal-hal yang membatalkan kalimat tauhid tersebut adalah bukan wali Alloh. Seperti menjadikan wali sebagai perantara dalam beribadah kepada Alloh, atau menganggap bahwa hukum selain Islam adalah sama atau lebih baik dari hukum Islam. Atau berpendapat semua agama adalah benar. Atau berkeyakinan bahwa kenabian dan kerasulan tetap ada sampai hari kiamat bahwa Muhammad shalAllohu ‘alaihi wa sallam bukan penutup segala rasul dan nabi.

Ciri kedua, bertaqwa, artinya ia melakukan apa yang diperintah Alloh dan menjauhi apa yang dilarang Alloh. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits ini yaitu melakukan hal-hal yang diwajibkan agama, ditambah lagi dengan amalan-amalan sunnah. Maka oleh sebab itu kalau ada orang yang mengaku sebagai wali, tapi ia meninggalkan beramal kepada Alloh maka ia termasuk pada jenis wali yang kedua yaitu wali setan. Atau melakukan ibadah-ibadah yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Baik dalam bentuk shalat maupun zikir, dll.

Ciri-Ciri Wali Setan
 
Adapun ciri wali setan adalah orang yang mengikuti kemauan syetan, mulai dari melakukan syirik dan bid’ah sampai bebagai bentuk kemaksiatan. Diantaranya adalah apa yang disebutkan dalam hadits ini yaitu memusuhi wali-wali Alloh. Banyak cara setan dalam menyesatkan wali-walinya diantaranya adalah bila ada orang yang melarang berdo’a atau meminta dikuburan wali, syetan langsung membisikan kepadanya bahwa orang ini tidak menghormati wali.
Sebagaimana Alloh terangkan dalam firmanNya bahwa setan juga memberikan wahyu kepada para wali-wali mereka:
Sesunguhnya setan-setan itu mewahyukankan kepada wali-wali Mereka untuk membantahmu, jika kamu mentaati Mereka sesungguhnya kamu termasuk menjadi orang-orang musyrikin”. (Al An’aam: 121).

Sesungguhnya menghormati wali bukanlah dengan berdo’a di kuburannya, justru ini adalah perbuatan yang dibenci wali itu sendiri karena telah menyekutukannya dengan Alloh. Manakah yang lebih tinggi kehormatan seorang wali disisi Alloh dengan kehormatan seorang nabi? Jelas nabi lebih tinggi. Jangankan meminta kepada wali kepada nabi sekalipun tidak boleh berdoa. Jangankan saat setelah mati di waktu hidup saja nabi tidak mampu mendatangkan manfaat untuk dirinya sendiri, apalagi untuk orang lain setelah mati!. Kalau hal itu benar tentulah para sahabat akan berbondong-bondong kekuburan nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam saat Mereka kekeringan atau kelaparan atau saat diserang oleh musuh. Tapi kenyataan justru sebaliknya, saat paceklik terjadi di Madinah, Umar bin Khatab mengajak kaum muslimin melakukan shalat istikharah kemudian menyuruh Abbas bin Abdul Muthalib berdoa, karena kedekatannya dengan nabi, bukannya Umar meminta kepada Nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam. Karena kehidupan beliau di alam barzah tidak bisa disamakan dengan kehidupan di alam dunia. 

Kemudian bentuk lain dari cara setan dalam menyesatkan wali-walinya adalah dengan memotivasi seseorang melakukan amalan-amalan bid’ah, sebagai contoh kisah yang amat mashur yaitu kisah Sunan Kalijaga, kita tidak mengetahui apakah itu benar dilakukan beliau atau kisah yang didustakan atas nama beliau, namun kita tidak mengikari kalau memang beliau seorang wali, yang kita cermati adalah kisah kewalian beliau yang jauh dari tuntunan sunnah, yaitu beliau bersemedi selama empat puluh hari di tepi sebuah sungai kemudian di akhir persemedian beliau mendapatkan karomah. Kejanggalan pertama dari kisah ini adalah bagaimana beliau melakukan shalat, kalau beliau shalat berarti telah meninggalkan shalat berjama’ah dan shalat jum’at? adakah petunjuk dari Rasulullah untuk mencari karomah dengan persemedian seperti ini? Dengan meninggalkan shalat atau meninggalkan shalat berjamaah dan shalat jum’at. 

Banyak orang berasumsi bila seseorang memiliki atau dapat melakukan hal-hal yang luar biasa dianggap sebagai wali. Padahal belum tentu, boleh jadi itu adalah tipuan atau sihir, atas bantuan setan dan jin setelah ia melakukan apa yang diminta oleh jin dan setan tersebut. Seperti ada orang yang bisa terbang atau berjalan diatas air atau tahan pedang atau bisa memberi tahu tentang sesuatu yang hilang, oleh sebab itu yang perlu dicermati dari setiap orang memiliki hal-hal yang serupa adalah bagaimana amalanya apakah amalanya sehari-hari menurut sunnah atau tidak? sebagaimana dikatakan Imam Syafi’i: “Bila kamu melihat seseorang berjalan di atas air atau terbang di udara maka ukurlah amalannya dengan sunnah”.

Karena setan bisa membawa seseorang untuk terbang, atau memberitahu para walinya sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain. Sebagaimana Dajjal yang akan datang diakhir zaman memiliki kekuatan yang luar biasa. Begitu pula para kaum musyrikin dapat mendengar suara dari berhala yang mereka sembah, pada hal itu adalah suara syetan. Dan banyak sekali kejadian yang luar biasa dimiliki oleh orang-orang yang sesat begitu pula orang yang murtad dsb. Yang kesemuanya adalah atas tipuan setan. 

Sebagaimana yang diriwayatkan dalam kisah seorang nabi palsu Mukhtar bin Abi ‘Ubaid, yang mengaku sebagai nabi. Kita mengaku bahwa dia menerima wahyu, lalu seseorang berkata kepada Ibnu ‘Umar dan Ibnu ‘Abbas: sesungguhnya Mukhtar mengaku diturunkan kepadanya wahyu? Dua orang sahabat tersebut menjawab: benar, kemudian salah seorang dari Mereka membaca firman Alloh:

Maukah kamu Aku beritakan kepada siapa turunnya para setan? Mereka turun kepada setiap pendusta yang banyak dosa “. (Asy Syu’araa: 221-222). Dan yang lain membaca firman Alloh, “Dan sesungguhnya para setan itu mewahyukan kepada wali-wali Mereka untuk membantahmu”. (Al An’aam: 121).

Oleh sebab itu bila seseorang mendapat ilham dia tidak boleh langsung percaya sampai ia mengukur kebenarannya dengan Al Qur’an dan Sunnah. Karena nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dalam sebuah hadits: “Sesungguhnya dalam diri anak Adam terdapat bisikan dari setan dan bisikan dari malaikat”. (HR. At Tirmizy no: 2988).

Berkata Abu Sulaiman Ad Daraany: “Boleh jadi terbetik di hatiku apa yang terbetik di hati Mereka (orang-orang sufi) maka aku tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi dari kitab dan sunnah”.
 
Beberapa kesalahpahaman tentang kewalian yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yaitu:

1. Berasumsi bahwa seorang wali itu Maksum (terbebas) dari segala kesalahan, sehingga mereka menerima segala apa yang dikatakan wali.
 
Banyak orang memahami bahwa seseorang tidak akan pernah sampai kepada puncak kewalian kecuali ia (maksum) terbebas dari segala kesalahan, hal ini sangat menjauhi kebenaran yang terdapat dalam Islam. Sesungguhnya para ulama telah sepakat tiada yang maksum dari umat manusia kecuali para nabi dan rasul dalam hal menyampai wahyu yang mereka terima. Nabi kita shalAllohu ‘alaihi wa sallam bersabda “Setiap anak adam adalah pasti bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang mau bertaubat”. (HR. At Tirmizy no: 2499).

Pemahaman seperti ini telah menyeret banyak orang kedalam kesesatan, dan lebih sesat lagi ada yang berpendapat bahwa wali lebih tinggi derajatnya dari nabi sebagaimana pandangan orang-orang rafidhah (syi’ah) dan sebagian dari orang-orang sufi. Oleh sebab itu kebanyakan Mereka mengkultuskan sang kiyai atau sang guru dan membenarkan kesesatan yang dilakukan oleh sang kiyai atau sang guru sekalipun perbuatan tersebut nyata-nyata melanggar Al Quran dan Sunnah.
Bahkan dikisahkan bila seorang murid melihat sang guru minum khamar, maka sebenarnya ia minum susu, tapi yang salah adalah penglihatan sang murid karena matanya berlumuran dosa, begitulah orang-orang sufi melakukan dokrin dalam menyebarkan kesesatan mereka.

2. Berasumsi bahwa seorang wali itu mesti memiliki karomah (kekuatan luar bisa).
 
Bentuk kedua dari kesalah pahaman dalam masalah perwalian adalah berasumsi bahwa Mereka mesti memiliki karomah yang nyata bahkan bisa dipertontonkan kepada khalayak ramai. Seperti tahan pedang dan sebagainya. Tapi sebetulnya itu semua adalah tipuan setan. Seorang wali boleh jadi ia diberi karomah yang nyata boleh jadi tidak, tapi karomah yang paling besar disisi wali adalah istiqomah dalam menjalankan ajaran agama, bukan berarti kita mengingkari adanya karomah tapi yang kita ingkari adalah asumsi banyak orang bila ia tidak memiliki karomah berarti ia bukan wali. Oleh sebab itu Abu ‘Ali Al Jurjaany berpesan: “Jadilah engkau penuntut istiqomah bukan penuntut karomah, sesungguhnya dirimu lebih condong untuk mencari karomah, danTuhanmu menuntut darimu istiqomah”.

Betapa banyaknya para sahabat yang merupakan orang terdepan dalam barisan para wali tidak memiliki karomah. Begitu pula Rasulullah shalAllohu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba yang paling mulia disisi Alloh waktu berhijrah beliau mengendarai onta bukan mengendarai angin, begitu pula dalam perperangan beliau memakai baju besi bahkan pernah cedera pada waktu perang uhud. Karomah bukan sebagai syarat mutlak bagi seorang wali. Karomah diberikan Alloh kepada seseorang boleh jadi sebagai cobaan dan ujian baginya, atau untuk menambah keyakinannya kepada ajaran Alloh, atau pertolongan dari Alloh terhadap orang tersebut dalam kesulitan. Para ulama menyebutkan seseorang yang tidak butuh kepada karomah lebih baik dari orang yang butuh kepada karomah. Bahkan kebanyakan para ulama salaf bila Mereka mendapat karomah justru Mereka bersedih dan tidak merasa bangga karena mereka takut bila hal tersebut adalah istidraaj (tipuan). Begitu pula mereka takut bila di akhirat kelak tidak lagi menerima balasan amalan mereka setelah mereka menerima waktu didunia dalam bentuk karomah. Begitu pula bila mereka di beri karomah, mereka justru menyembunyikannya bukan memamerkannya atau berbagga diri dihadapan orang lain.

3. Berasumsi bahwa seorang wali dapat mengetahui hal-hal yang ghaib.
 
Bentuk kesalahpahaman ketiga dalam masalah perwalian adalah berasumsi bahwa Mereka dapat mengetahui hal-hal yang ghaib. Asumsi ini sangat bertolak belakang dengan firman Alloh, “Di sisiNya (Alloh) segala kunci-kunci yang ghaib, tiada yang dapat mengetahuinya kecuali Dia (Alloh)”. (Al An’aam: 59).
 
Dan firman Alloh, “Katakanlah”: tiada seorangpun di langait maupun di bumi yang dapat mengetahui hal yang ghaib kecuali Alloh”. (An Naml: 65).

Termasuk para nabi dan rasul sekalipun tidak dapat mengetahui hal yang ghaib kecuali sebatas apa yang diwahyukan Alloh kepada mereka. Sebagaimana firman Alloh kepada Nabi kita shalAllohu ‘alaihi wa sallam, “Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepada kalian bahwa disisiku gudang-gudang rezki Alloh, dan akupun tidak mengetahui hal yang ghaib”. (Al An’aam: 50). Dan firman Alloh: “Katakanlah: aku tidak memiliki untuk diriku manfaat dan tidak pula (menolak) mudharat, dan jika seandainya aku mengetahui hal yang ghaib tentulah aku akan (memperoleh) kebaikan yang amat banyak dan tidak akan pernah ditimpa kejelekkan”. (Al A’raaf: 188).
 
Asumsi sesat ini telah menjerumuskan banyak manusia kejalan kesyirikan, sehingga Mereka lebih merasa takut kepada wali dari pada takut kepada Alloh, atau meminta dan berdo’a kepada wali yang sudah mati yang Mereka sebut dengan tawassul. Yang pada hakikatnya adalah kesyirikan semata. Karena meminta kepada makhluk adalah syirik. Tidak ada bedanya dengan kesyirikan yang dilakukan oleh kaum Nuh ‘alaihi salam. Dan orang-orang kafir Quraisy pada zaman jahiliyah. Dengan argumentasi yang sama bahwa Mereka para wali itu orang suci yang akan menyampaikan doa Mereka pada Alloh. Hal inilah yang dilakukan kaum musyrikin sebagaimana yang disebutkan Alloh dalam firmannya:
“Ingatlah milik Alloh-lah agama yang suci (dari syirik), dan orang-orang mengambil wali (pelindung) selain Alloh berkata: kami tidak menyembah Mereka melainkan supaya Mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya”. (Az Zumar: 3).

Kedua: Bagaimana mendekatkan diri kepada Alloh.
Hal tersebut diambil dari potongan kedua dari hadits: “Dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.

Manhaj yang benar dalam beribadah
Dalam hadits mulia ini terdapat pula manhaj (tata cara) beribadah yaitu mendahulukan yang wajib diatas yang mandub (sunnah), namun yang sering pula kita saksikan ditengah sebagian masyarakat mereka sangat antusias melakukan sunnah tapi lalai dalam hal yang wajib, contoh seseorang yang rajin qiyamullail (shalat malam) tapi sering terlambat shalat subuh berjama’ah. Begitu pula masa musim haji sebagian orang ada yang mati-matian supaya bisa shalat di raudhah atau untuk bisa mencium hajar aswad, tetapi dengan melakukan hal yang haram seperti saling dorong sesama muslim. Ditambah lagi hal-hal yang wajib dalam haji itu sendiri Mereka lalaikan seperti tidak mabit di mina atau melempar jumroh dipagi hari pada hari tasyrik dan lain sebagainya. Sebagaimana kata pepatah: “Karena mengharap burung punai di udara, ayam di pautan dilepaskan”.

Yang lebih memprihatinkan lagi kalau bersungguh-sungguh dalam amalan yang tidak ada dasarnya (amalan bid’ah), seperti maulid atau memperingati tahun baru hijriah, atau nuzulul Qur’an atau Isra’ mi’raj, sering kita saksikan orang bersemangat melakukan acara-acara bid’ah tersebut yang setiap hari selalu lalai mengerjakan sholat. Begitu pula dalam berdakwah ada yang berpacu bagaimana mendirikan negara Islam tapi meremehkan orang yang mengajak kepada tauhid yang merupakan pondasi Islam itu sendiri. Begitu pula ada kelompok yang mengajak kepada akhlak semata tampa membicarakan masalah tauhid, dengan alasan mengkaji tauhid akan memecah belah umat. Betapa kejinya ungkapan tersebut, mengatakan bahwa tauhid sebagai biang keladi perpecahan. Tidakkah Mereka tahu bahwa tauhid adalah tujuan utama dawah para rasul. Data dan fakta telah membuktikan selama dakwah tidak dilakukan sesuai dengan manhaj yang dibawa Rasulullah shalAllohu ‘alaihi wa sallam selama itu pula umat ini akan tetap menjadi permainan musuh-musuhnya. Oleh sebab itu Imam Malik berpesan: “Tidak akan baik generasi akhir umat ini kecuali dengan apa yang telah membuat jaya generesi sebelum Mereka”

Beberapa kesalahan dalam melakukan ibadah.
Diantara kesalahan dalam beribadah adalah beribadah tampa ilmu maka berakibat terjerumus kedalam bid’ah. Umar bin Abdul Aziz berkata: “Orang beramal tampa ilmu kerusakan yang ditimbulkannya jauh lebih besar dari kemaslahatannya”. Oleh sebab itu setiap amalan yang akan kita lakukan, kita wajib memiliki ilmu tentangnya. Seperti berdzikir yang ngetren saat ini, maka kita perlu memiliki ilmu bagaimana berdzikir menurut tuntunan sunnah dan bagaimana pengaplikasiannya oleh sahabat, jangan ikutsana, ikut sini, yang pada akhirnya bermuara pada kesesatan. Carilah ilmu kepada ahlinya, sebagaimana yang Alloh pesankan kepada kita: “Maka bertanyalah kepada ulama jika kamu tidak tahu”. (An Nahl: 43).

Kalau para ikhwan ingin menjadi ahli teknik tentu belajar di fakultas teknik yang para dosennya pakar dalam bidang teknik, begitu pula dalam bidang ahli lainnya, tapi saat sekarang banyak orang berani berbicara dalam agama, padahal baca al fatihah saja belum tentu benar. Banyak pakar gadungan sekarang dalam mengajarkan agama karena bisnisnya cukup menggembirakan, dan lebih sangat aneh kalau seseorang belajar Islam kepada orang kafir. Kalau sakit gigi saja kita pasti pilih dokter ahli gigi, tapi dalam hal agama kita justru belajar kepada siapa saja yang tidak tau dari mana rimbanya. Alloh telah berfirman: 

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati semuanya itu akan diminta pertanggung jawabannya”. (QS Al Israa: 36).

Sebaliknya adalah tidak mengamalkan ilmu yang dimiliki. Maka pelakunya akan disiksa sebagaimana yang diceritakan dalam sebuah hadits bahwa orang tersebut akan mengelilingi sebuah pautan dalam neraka dengan tali perutnya, lalu orang-orang yang melihat keheranan sebab di dunia dia adalah orang yang mengajarkan ilmu kepada mereka, lalu mereka bertanya kenapa kamu ya fulan? Bukankah kamu yang mengajak kami kepada kebaikan? Ia menjawab: aku menyuruh kepada kebaikan tapi aku tidak melakukannya, aku mencegah dari kemungkaran tapi aku melakukannya”. Na’uzubillah min hadza haal. Alloh telah berfirman: “Apakah kamu menyuruh manusia dengan kebaikan dan kamu melupakan dirimu sendiri, sedang kamu membaca Al kitab taurat), apakah kamu tidak memikirkannya”. (Al Baqarah: 44).

Oleh sebab itu kita berlindung dari kedua sikap jelek ini, tidak kurang dari 17 X dalam sehari semalam yaitu; beramal tanpa ilmu atau berilmu tapi tidak beramal. 

Ya Alloh tujukilah kami Jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah engkau beri nikmat kepada mereka. Bukan jalan orang-orang yang engkau marahi dan bukan pula jalan orang-orang yang sesat”. (Al Fatihah: 6-7).

Ayat ini ditafsirkan oleh nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam bahwa orang-orang yang dimarahi adalah orang-orang Yahudi, karena Mereka mengetahui kebenaran tapi tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Sedangkan jalan orang-orang yang sesat adalah orang-orang Nasrani, karena Mereka beramal tapi tidak dengan ilmu.

Keutamaan melakukan amalan-amalan sunnah.
Kemudian diantara hal yang amat cepat mengantarkan seseorang kepada memperoleh kecintaan dari Alloh adalah aktif melakukan amalan-amalan sunnah sebagaimana yang terdapat dalam hadits yang sedang kita bahas ini. “Bila seseorang telah dicintai Alloh maka seluruh makhluk akan mencintainya. Disebutkan dalam hadits lain bila Alloh telah mencintai seseorang, Alloh memanggil Jibril dan memberitahunya bahwa ia telah mencintai si fulan, maka Alloh menyuruh jibril untuk mencintainya, selanjutnya Jibril pun memberitahu para malaikat bahwa Alloh mencintai si fulan, maka seluruh malaikat mencintainya, kemudian Alloh menjadikannya orang yang diterima di bumi”. (HR. Bukhary no: 3037, dan Muslim no: 2637).

Kemudian diantara keutamaan amalan sunnah adalah untuk menyempurnakan amalan wajib yang punya nilai kurang dalam pelaksanaannya. Kemudian melakukan amalan sunnah perlu pula mengurut seperti dalam amalan wajib artinya kita mulai yang lebih utama dari amalan-amalan sunnah. Kalau dalam shalat umpamanya setelah sunnah rawatib shalat witir dan tahajud. Kemudian perlu pula diperhatikan kondisi dan situasi amalan tersebut, seperti saat mendengar adzan yang afdhol adalah menjawab azan, bukan membaca Al Qur’an sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. 

Begitu pula bagi seorang yang memiliki harta yang utama baginya adalah berinfak dan membantu fakir miskin. Bagi seorang penguasa adalah belaku adil dan amanah dalam menjalankan tugasnya. Begitu pula halnya dalam berdakwah masing-masing melaksanakan profesi yang digelutinya sesuai dengan aturan Islam serta menyebarkan Islam melalui profesinya tersebut. Maka disini kita perlu menuntut ilmu supaya kita mengetahui tingkatan amalan yang akan kita lakukan.

Ketiga: Tentang sifat Alloh Al Kalam (berbicara) dan Al Mahabbah (cinta). 
 
Hal tersebut diambil dari potongan hadits: “Senantiasa seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”. 

Kaidah umum dalam beriman kepada nama dan sifat-sifat Alloh.
Dalam mengimani sifat dan nama-nama Alloh yang terdapat dalam Al Quran dan Sunnah perlu diperhatikan beberapa kaedah penting, yang disimpulkan dari nash-nash Al Quran dan Hadits:
  1. Wajibnya beriman dengan seluruh sifat dan nama-nama Alloh yang terdapat dalam Al Qur’an dan Sunnah yang shohih.
  2. Tidak menyerupakan sifat-sifat Alloh tersebut dengan sifat-sifat makhluk.
  3. Menutup keinginan untuk mengetahui hakikat sifat-sifat tersebut.
Penjelasan kaedah-kaedah tersebut sebagai berikut;
Bila kita tidak beriman dengan sifat-sifat tersebut berarti kita mendustakan Al Quran dan berita yang dibawa oleh Nabi Muhammad shalAllohu ‘alaihi wa sallam, setiap orang yang mendustakan Al Qur’an atau berita yang dibawa oleh Nabi shalAllohu ‘alaihi wa sallam maka ia adalah kafir. Sebagaimana firman Alloh:
Sesungguhnya orang-orang yang kafir dengan Alloh dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Alloh dan rasul-rasul-Nya, dan mereka berkata: kami beriman dengan sebagian dan kami kafir dengan sebagian (yang lain) dan mereka bermaksud mengambil jalan tengah diantara yang demikian”. (An Nisaa: 150). 

Dan firman Alloh lagi:
“Apakah kamu beriman dengan sebahagian kitab dan kafir dengan bagian (yang lain), maka tiada balasan orang yang berbuat demikian kecuali kenistaan dalam kehidupan dunia dan pada hari kiamat mereka akan dikembalikan kepada siksaan yang amat berat, dan Alloh tidak pernah lengah dari apa yang mereka lakukan”. (Al Baqarah: 85).

Kaedah pertama ini juga menunjukkan kepada kita bahwa medan pembicaraan tentang sifat-sifat Alloh adalah sebatas adanya nash dari Al Qu’an atau dari sunnah yang shahih. Kaidah ini menunjukkan pula batilnya sikap orang yang mentakwil ayat atau hadits-hadits yang menerangkan tentang sifat-sifat Alloh.

Bila seseorang mentakwil sifat-sifat tersebut berarti ia lebih tahu dari Alloh dan rasul dalam menyampaikan suatu berita, sehingga ia merubah maksud dari perkataan Alloh dan rasul-Nya. Ini adalah kebiasaan kaum Yahudi yang suka merubah dan memutarbalik perkataan Alloh dan rasul-Nya. Yang kemudian diwarisi oleh kaum rasionalisme (Ahlulkalam).
Begitu pula orang yang menyerupakan sifat-sifat Alloh dengan sifat-sifat makhluk, berarti ia menyerupakan Alloh yang Maha Sempurna dengan makhluk yang serba kurang. Orang yang menyerupakan Alloh dengan makhluk adalah kafir. Karena tiada satupun makhluk yang meyerupai Alloh. Sebagaimana firman Alloh:
Tiada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya”. (Asy Syura: 11).
Dan firman Alloh: ِ
“Maka jangalah kamu menjadikan tandingan-tandungan bagi Alloh”. (An Nahl: 74).

Blog Archive

Download Ebook Islam Terlengkap

Statistik

.